img1

YM Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandung (H. R. M. Zaini) menugaskan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandung (H. Sahruddin), Hakim Tinggi, Panitera, dan Sekretaris untuk mengikuti Pembinaan Teknis Virtual oleh Ketua Mahkamah Agung RI di Labuan Bajo tanggal 09 Oktober 2023 serta mengikuti acara tersebut di Aula Pengadilan Tinggi Agama Bandung.

img3

Kegiatan Pembinaan Teknis Secara Virtual dibuka oleh Y.M. Ketua Mahkamah Agung RI pada pukul 18.00 secara virtual melalui Zoom. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan beberapa hal diantaranya sebagai berikut:

1. Pengawasan dan pembinaan oleh atasan langsung berdasarkan Perma Nomor 8 Tahun 2016
Sistem pengawasan melekat yang dilakukan oleh atasan langsung sebagaimana diamanatkan oleh Perma Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan Dan Pembinaan Atasan Langsung Di Lingkungan Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Di Bawahnya tentu memberikan konsekuensi kepada para pimpinan di setiap satuan kerja, selain harus mampu mengawasi bawahannya juga harus mampu menjadi contoh dan teladan yang baik bagi lingkungannya, jangan justru sebaliknya, pimpinannya sendiri yang malah menjadi biang keladi dari timbulnya masalah, sehingga tidak mungkin bisa mengawasi bawahannya jika pimpinannya sendiri yang justru memicu timbulnya berbagai masalah.
2. Pengadaan calon Pegawai Mahkamah Agung tahun 2023
Mahkamah Agung telah menyusun Naskah Akademis dan draf Peraturan Presiden terkait dengan 12 mekanisme pengadaan hakim, saat ini prosesnya memasuki tahapan harmonisasi di Biro Hukum dan Humas sebelum dikirimkan ke Presiden. Ke depannya, jika Perpres tersebut telah diterbitkan, maka Mahkamah Agung dapat melakukan rekruitmen sesuai dengan jumlah kekurangan hakim yang dibutuhkan karena sudah ada regulasi yang menjadi payung hukumnya.
3. Perlindungan data dan informasi pada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya
Beberapa waktu yang lalu Mahkamah Agung telah melakukan kerjasama dengan pihak BSSN terkait dengan pembentukan Tim Mahkamah Agung Computer Incident Security Response Team atau (MACSIRT) yaitu tim yang bertugas menyediakan layanan dan dukungan untuk mencegah, mengelola, dan menanggapi insiden keamanan informasi di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya.
4. Himbauan bagi hakim dan aparatur peradilan dalam menyongsong tahun politik
Lembaga peradilan harus memposisikan diri sebagai lembaga yang netral dan independen karena sengketa dan pelanggaran pemilu akan bermuara di lembaga peradilan. Jangan sekali-kali mengunggah konten di media sosial berupa gambar atau pernyataan yang mengandung potensi untuk diartikan sebagai dukungan kepada salah satu kontestan pemilu, karena hal itu akan mengundang reaksi negatif dari masyarakat. Jika publik sudah menganggap bahwa kita tidak independen lagi, maka apapun yang kita putusakan akan memicu reaksi penolakan dari publik.

Kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi pembinaan oleh YM. Wakil ketua Mahkamah Agung RI Bidang Yudisial selaku narasumber, yakni sebagai berikut:

1. Empat (4) hal yang perlu diperhatikan berdasarkan LHP BPK Tahun 2022
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Mahkamah Agung Tahun 2022 Nomor 87.a/LHP/XVI/05/2023 tanggal 24 Mei 2023, dan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan Nomor 87.b/LHP/XVI/05/2023 tanggal 24 Mei 2023, setidaknya ada 5 hal yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Pengelolaan dan pembayaran gaji dan tunjangan hakim dan pegawai terkait dengan hukuman disiplin belum sesuai dengan ketentuan;

b. Pelaksanaan belanja modal gedung dan bangunan belum sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran atau kekurangan volume pekerjaan;

c. Pengelolaan hibah yang belum memadai;

d. Penerapan aplikasi Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) belum memadai.

2. Indeks integritas hakim perspektif masyarakat Tahun 2022

a. Indeks integritas hakim Tahun 2022 dari persepsi masyarakat sebesar 7,84 dan melebihi dari target yang ditetapkan yaitu 7,36 (Surat KY nomor 2393/PIM/PR.08.01/09/2023 tanggal 15 September 2023 tentang Permohonan Data Hakim dan izin kegiatan);

b. Tahun 2022, persepsi masyarakat mengenai indeks integritas hakim berdasarkan empat variabel menghasilkan nilai keseluruhan adalah 78,48% dengan rincian berdasarkan masing masing variabel sebagai berikut: kejujuran 76,77% keteguhan 78,55%; self-control (Kontrol diri) 79,55%; dan self esteem (menghargai diri) 79,19%;

c. Mengacu pada hasil survei ini, maka perilaku jujur (anti suap) hakim adalah yang paling rendah dibandingkan variabel yang lain.

3. Pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi
Tiga hal yang perlu dioptimalkan dalam pemberdayaan TIK di MA dan Badan Peradilan di Bawahnya, yaitu: Meningkatkan Indeks SPBE Mahkamah Agung: Tahun 2020 indeks SPBE MA 2,89 dengan predikat baik, tahun 2021 indeks SPBE MA turun menjadi 2,49 dengan predikat cukup. Dan, tahun 2022 indeks SPBE MA meningkat mencapai 2,61 dengan predikat baik. Penataan Aplikasi Agar Efektif dan Efisien: Unit kerja eselon I perlu menata pengembangan aplikasi. Semangat yang diusung adalah kolaborasi dan bukan semata-mata kompetisi. Jika ada aplikasi yang bagus pada satuan kerja maka dapat dilakukan replikasi. Pembangunan Aplikasi yang Terpadu: Setiap kebijakan yang menyangkut pembangunan aplikasi dan infrastruktur/sarana prasarana harus dibahas melalui rapat pokja sehingga dapat menghasilkan kebijakan dan pengendalian yang terpadu.

4. Permohonan pencabutan perkara Kasasi dan PK
Permasalahan: Permohonan pencabutan yang dikirim oleh pengadilan pengaju tidak lengkap sebagaimana ketentuan pencabutan perkara kasasi dan peninjauan kembali.
Ketentuan yang dipedomani: Buku II Peradilan Umum dan Buku II Peradilan Agama: ▪ Kelengkapan permohonan pencabutan perkara sebagai berikut: a) Surat permohonan pencabutan diajukan oleh pemohon kepada Ketua MA RI c.q. Ketua Kamar melalui ketua pengadilan pengaju (harus asli); b) Surat kuasa khusus permohonan pencabutan (jika ada dan harus asli); c) Akta pencabutan perkara kasasi/PK yang ditandatangani oleh panitera, pemohon dan termohon (harus asli); d) Pengadilan pengaju mengirim kepada Ketua MA RI c.q. Ketua Kamar dilampiri surat-surat tersebut. • Pengadilan pengaju mengirim softcopy dan surat aslinya juga dikirim ke MA. • Makna ‘asli’ dalam ketentuan di atas disesuaikan dengan konsep elektronik sepanjang terverifikasi bahwa itu dibuat oleh pejabat berwenang apalagi jika terdapat TTE.

5. Penyerahan akta permohonan PK tidak disertai alasan PK
Permasalahan: Dalam akta permohonan peninjauan Kembali telah disebutkan ‘disertai dengan penyerahan risalah alasan peninjauan kembali’, namun tanggal dalam tanda terima risalah peninjauan Kembali berbeda.
Ketentuan yang dipedomani: Pasal 71 UU 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menyebutkan Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu dan dimasukkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama. ▪ Buku II Peradilan Umum dan Buku II Peradilan Agama menentukan permohonan peninjauan kembali diajukan secara terulis bersama-sama dengan risalah peninjauan kembali yang menyebutkan alasan permohonan peninjauan kembali yang jelas dan rinci. ▪ SEMA Nomor 7 Tahun 2012 perihal Rumusan Kamar Perdata Tahun 2012 sub Kamar Perdata umum Angka XIV tentang Pengajuan Memori PK: “Berdasarkan Pasal 71 UUMA, memori PK harus diajukan bersama-sama dengan pengajuan permohonan PK. Pengajuan memori PK yang tidak bersamaan dengan pengajuan permohonan PK, maka permohonan PK tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.”

6. Kelengkapan berkas berpengaruh terhadap waktu penyelesaian perkara
Permasalahan: Berkas kasasi/PK belum lengkap namun dikirim. ▪ Pengadilan pengaju tidak merespons terkait informasi kekurangan berkas. ▪ Susulan/tambahan berkas memori/kontra memori/ dari para pihak dikirim tanpa melalui pengadilan pengaju.
Ketentuan yang dipedomani: ▪ Buku II Peradilan Umum dan Buku II Peradilan Agama serta aturan terkait. ▪ Panitera pada Pengadilan Pengaju perlu menggunakan fungsi kontrol secara optimal terhadap pengiriman berkas perkara. ▪ Berkas yang dikirim harus lengkap, tidak boleh hanya surat pengantarnya saja. ▪ Pengadilan pengaju segera merespons ketika ada permintaan kekurangan berkas agar proses penelaahan berkas di panitera muda tidak terhambat. ▪ Ketidaklengkapan berkas dan Pengadilan Pengaju yang tidak responsif akan berakibat kepada proses registrasi yang tertunda dan berpengaruh terhadap waktu penyelesaian perkara. ▪ Pasal 72 ayat (5) UU No. 14 Tahun 1985 menentukan untuk permohonan peninjauan kembali tidak diadakan surat menyurat antara pemohon dan/atau pihak lain dengan Mahkamah Agung.

7. Kelengkapan dokumen elektronik dalam berkas Kasasi/PK
Permasalahan: ▪ Dokumen elekronik dalam berkas perkara kasasi/PK tidak ada; ▪ Dokumen elekronik dalam berkas perkara kasasi/PK ada namun tidak sesuai berkas fisik; ▪ Compact Disc (CD) pecah sehingga tidak dapat diakses; ▪ Softcopy ada, namun tidak dapat dibaca (filecorrupt); ▪ Softcopy ada, namun tidak lengkap.
Ketentuan yang dipedomani: ▪ SEMA 14 TAHUN 2010 jo SEMA 1 Tahun 2014; Jutlak SEMA 1 Tahun 2014 No. 821/PAN/OT.01.3/VI/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan dan Pengiriman Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi / PK. ▪ Panitera Pengadilan Pengaju perlu melakukan validasi dan kontrol sebelum berkas dikirim. ▪ Untuk keamanan dokumen elektronik, media penyimpanan diganti dari Compact Disc (CD) menjadiFlash Drive agar tidak mudah rusak.

Kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi pembinaan oleh Ketua Kamar Mahkamah Agung RI selaku narasumber, diantaranya yakni sebagai berikut:
1. Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung R.I.
Hukum Keluarga (Pasal 49 UU No 7/1989), Hukum Ekonomi Syari’ah (Pasal 56 UU No 3/2006) dan Hukum Jinayat (UU No 11/2006 tentang pemerintahan aceh) dan turunannya.
2. Kewenangan Pengadilan Agama
▪ Pasal 13 ayat 2 PERMA Nomor 14 tahun 2016 termasuk didalamnya wakaf, zakat, infaq dan sedekah yang bersifat komersial dan melaksanakan/eksekusi putusan arbitrase syariah dan pembatalannya; ▪ Diperkuat dengan Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012 yang menyatakan tidak ada pilihan hukum lagi dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah kecuali bila berklausula arbitrase syariah; ▪ Kewenangan tersebut tidak hanya sebatas sengketa akad saja tetapi sampai pada penyelesaian sengketa termasuk hak tanggungan sebagai assesoir dari akad syariah sehingga pengosongan dan pelelangan sebagai tindakan dari akad syariah menjadi kewenangan Pengadilan Agama;
3. Bentuk sengketa ekonomi syariah
a. Wanprestasi (Psl. 1238 KUH Perdata jo. Psl. 36 KHES) ➔ melanggar akad dan menimbulkan kerugian.
b. Perbuatan Melawan Hukum (Psl. 1365 KUH Perdata) ➔ melanggar hukum atau prinsip syariah dan menimbulkan kerugian.
4. Temuan dalam amar putusan
Jika ada perdamaian dalam mediasi (non litigasi) tidak otomatis masuk ke amar litigasi sebelum dibuat akta perdamaian dalam litigasi dengan cara putusan sela. Dan apa-apa yang didamaikan harus rigid, jelas dan dapat dieksekusi atau merubah surat gugatan sebelum Tergugat memberikan jawaban.
5. Sita Jaminan dalam perkara Waris
Dalam perkara gugat waris yang di dalamnya ada permohonan penetapan sita jaminan. Tentu ada dua kemungkinan yaitu:
a. Dikabulkan, maka dilaksanakan sita jaminan terlebih dahulu kemudian setelah itu sidang dilanjutkan;
b. Ditangguhkan maka sidang dilanjutkan (ada PHS-nya).
Jika sudah diletakkan CB, maka dinyatakan dalam amar sah dan berharga. Apabila CB hendak diangkat karena alasan tertentu dapat diajukan oleh pemohon CB dan tidak harus semua pihak yang berperkara mengajukan pengangkatan CB.
6. Hadhonah
Dalam perkara hadhonah tidak mengenal Nebis in Idem. Terhadap putusan hadhanah yang sudah inkrach , dapat digugat kembali dengan alasan pihak yang mengasuh tidak memberikan akses kepada pihak yang tidak mengasuh untuk bertemu dengan sang anak . Alasan tersebut merupakan pintu masuk untuk mengajukan gugatan ulang, tetapi untuk mengabulkannya bukan hanya karena tidak diberi akses semata melainkan dilihat juga kepada:
a. Layak atau tidak yang menggugat itu untuk menerima pindahan hak asuh sang anak ;
b. Perhatikan juga kepentingan terbaik bagi anak dengan beberapa indikator yang dapat dibuktikan oleh pihak -pihak ( Perhatikan UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak) .
7. Harta Bersama
a. Tidak semua harta bersama yang diagunkan ke Bank sebagai jaminan hutang dinyatakan NO, maknai baik-baik maksud SEMA Nomor 3 tahun 2018;
b. Jika diagunkan dalam masa perkawinan maka harus diperhatikan apakah ada persetujuan dari pasangannya? jika tidak atau diagunkan setelah bercerai tidak masuk dalam Rumusan SEMA tersebut;
c. Untuk itu perlu pembuktian tentang proses terjadinya agunan tersebut. Jika pihak yang mendalilkan tidak dapat membuktikan kebenaran prosesnya sesuai aturan yang berlaku maka agunan tersebut dipandang tidak ada.
8. Dispensasi Kawin
a. Mengabulkan permohonan dispensasi kawin dan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak sehingga tidak terkesan memudahkan perkawinan anak;
b. Hakim harus mempedomani prosedur hukum pemeriksaan dispensasi kawin sebagaimana ketentuan dalam PERMA Nomor 5 tahun 2019;
c. Pengadilan harus bersinergi dengan pemerintah daerah baik melalui MoU/kerjasama untuk menekan lajunya tingkat perkawinan anak di bawah umur.
9. Perwalian
a. Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum dan memindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau menyalahgunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya (Pasal 109);
b. Apabila perwalian telah berakhir, maka PengadilanAgama berwenang mengadili perselisihan antara wali dan orang yang berada di bawah perwaliannya tentang harta yang diserahkan kepadanya (Pasal 111).
Kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi pembinaan oleh YM. Ketua Kamar Pengawasan MA RI selaku narasumber, diantaranya yakni sebagai berikut:
1. Kegiatan yang dilarang dilakukan Hakim dan Aparatur Peradilan dalam rangka menjaga netralitas Hakim dan Aparatur Peradilan menjelang pemilu:
Menghadiri Deklarasi calon, Ikut Kampanye dengan fasilitas negara, Mengadakan kegiatan mengarah keberpihakan, Memberikan dukungan ke calon legisalatif atau independek dan kepala daerah dengan memberikan KTP, Foto bersama paslon dengan simbol tangan atau gerakan sebagai bentuk keberpihakan, Mencalonkan diri tanpa mengundurkan diri sebagai ASN, Menghadiri acara penyerahan dukungan partai politik kepada calon, Ikut sebagai panitia atau pelaksana kampanye, membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan paslon dan Kampanye baik melalui Media social, maupun offline.
2. Beberapa jenis perbuatan yang diadukan ke Badan Pengawasan berkaitan dengan aktifitas media sosial
a. Aktifitas pertemanan di media sosial
Komunikasi secara intens dengan Penuntut Umum maupun Pengacara yang sedang berperkara maupun memiliki potensi berperkara di persidangan tempat hakim tersebut bertugas sehingga menimbulkan kesan keberpihakan dan posisi khusus pada salah satu pihak berperkara.
b. Aktifitas Utama Penggunaan Media Sosial
Penulisan status dan komentar yang memuat konten kebencian, SARA dan dukungan/kebencian secara terbuka kepada partai politik atau kandidat calon pejabat negara/daerah; Reposting berita-berita atau gambar-gambar yang diragukan kebenarannya; Posting foto profile dan posting foto yang kurang pantas; Komentar, kritik maupun pembenaran terhadap putusan yang belum berkekuatan hukum tetap, proses suatu perkara yang sedang disidangkan, pendapat mengenai subsatansi suatu perkara yang sedang disidangkan maupun berpotensi menjadi perkara di pengadilan; dan Komentar, kritik terhadap kebijakan pemerintah.
3. Hakim dan Aparatur Peradilan dalam bermedsos dilarang
a. Tidak berintegritas;
b. Melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu pihak;
c. Mengunggah, menanggapi (seperti share, like, komentar dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon / salah satu pihak berperkara, visi-misi, mengeluarkan pendapat yang menunjukkan keberpihakan salah satu pihak;
d. Berfoto dengan salah satu pihak dan menunjukkan ekspresi keberpihakan.
4. Prinsip-prinsip bermedia sosial
a. Think before you post “Berfikirlah sebelum memposting”;
b. Remember the Guide ”Ingatlah Pedoman”;
c. Speak for yourself not your institution “Bicara untuk diri sendiri bukan institusimu”;
d. Keep secrets “Pastikan yang rahasia tetap menjadi rahasia”;
e. Observe security Protocol “Perhatikan protokoler keamanan”.
Kode etik dan pedoman perilaku mengikat Hakim dan Aparatur Peradilan baik dalam kedinasan maupun diluar kedinasan, dan di dunia nyata maupun dunia maya.
Kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi pembinaan oleh Hakim Agung Mahkamah Agung RI, Y.M. Dr. H. Abdul Manaf, M.H. selaku narasumber, beliau menyampaikan terakait beberapa catatan mengenai amar putusan pengadilan agama diantaranya yakni sebagai berikut:
1. Eksepsi tidak bisa dipisah-pisah.
2. Jika eksepsi dikabulkan, pokok perkaranya NO.
Amar ultra petita 1:
I. Dalam eksepsi
Menolak eksepsi tergugat.
ii. Dalam pokok perkara
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
2. Menetapkan tergugat sebagai pemegang hak asuh (hadhanah) atas anak penggugat dan tergugat yang bernama anak, umur 16 tahun dengan ketentuan tergugat tetap memberi akses kepada penggugat untuk bertemu dan melakukan hal-hal yang bermamfaat bagi anak tersebut.
3. Menyatakan hak asuh anak penggugat dan tergugat yang bernama anak i, umur 11 tahun 8 bulan yang telah ditetapkan jatuh pada tergugat dicabut;
4. Menetapkan penggugat sebagai pemegang hak asuh anak penggugat dan tergugat yang bernama anak i, umur 11 tahun 8 bulan dengan ketentuan penggugat tetap memberi akses kepada tergugat untuk bertemu dan melakukan hal-hal yang bermamfaat bagi anak tersebut.
5. Menghukum tergugat untuk menyerahkannya anak yang bernama anak i kepada penggugat; Dst.
3. Dalam diktum ini, tergugat diberikan hak untuk menjadi pemegang hak
hadanah, padahal tergugat tidak minta itu.
4. Diktum ini ultra petita.
5. Pertimbangan Hukum Yang Tidak Tepat
Petitum gugatan penggugat rekonvensi yang menyatakan agar perkawinan antara penggugat rekonvensi/termohon konvensi dengan tergugat rekonvensi/pemohon konvensi putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya, majelis hakim tingkat banding berpendapat bahwa oleh karena hal tersebut merupakan pokok perkara pada bagian konvensi, dan lagi pula pemohon konvensi telah diberi izin untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap termohon, maka petitum gugatan rekonvensi a quo harus dikesampingkan.

6. Sumpah
a. Karena pemohon telah mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu, maka pengadilan berpendapat pemohon telah berhasil membuktikan dalil permohonannya bahwa rumah tangganya dengan termohon sudah tidak dapat dipertahankan lagi karena telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak dapat didamaikan. Dengan demikian, gugatan pemohon telah memenuhi salah satu alasan cerai, dalam hal ini adalah ketentuan pasal 19 huruf f peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f kompilasi hukum islam.
b. Pemohon telah menyatakan mencukupkan alat buktinya dan tidak sanggup lagi menyampaikan alat bukti apapun lagi di persidangan, maka untuk melengkapi alat bukti tersebut, majelis hakim secara ex-officio memerintahkan kepada pemohon melalui putusan sela agar pemohon mengangkat sumpah supletoir, maka pemohon mengucapkan sumpah supletoir sebagai berikut “bismillahirrahmanirrahim, wallahi, demi allah, saya bersumpah bahwa dalil-dalil dalam surat permohonan saya, adalah benar tidak lain daripada yang sebenarnya”.
Struktur Amar Tidak Lazim
Dalam eksepsi
Menolak eksepsi tergugat ;
Dalam konvensi
1. Mengabulkan gugatan penggugat konvensi;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughra tergugat konvensi terhadap penggugat konvensi;
3. Dst.
Dalam eksepsi dan konvensi
Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah rp 335.000,00 (tiga ratus tiga puluh lima ribu rupiah);
Struktur amar ini tidak lazim. Biasanya amar perkara terdiri dari konvensi dan rekonvensi dan jika dalam perkara konvensi terdapat eksepsi, maka struktur amarnya sebagai berikut:
Dalam konvensi
Dalam eksepsi
…..
Dalam pokok perkara
…...
Dalam rekonvensi
….…
Dalam komnvensi dan rekonvensi
Biaya perkara
Selanjutnya kegiatan ditutup oleh Moderator.

img2

 

Notulen : Cindy Shafira