b

Diskusi dimulai pada pukul 09.00 WIB dibuka oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandung, YM. Drs. H. R. M. Zaini, S.H., M.H.I., dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa pentingnya peningkatan terhadap keadilan khususnya terkait dispensasi kawin.

1

Beliau sangat mengapresiasi kegiatan diskusi ini mengingat provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi tertinggi dalam pengajuan dispensasi kawin. Kegiatan dilanjutkan dengan pengantar diskusi oleh Drs. H. Wahyu Widiana, M.A - Senior Advisor AIPJ2 selaku moderator, beliau menyampaikan bahwa perkawinan anak marak terjadi di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini telah melakukan diskusi dengan Mahkamah Agung khususnya terkait memperketat dispensasi kawin. Adapun kegiatan diskusi ini dalam rangka mewujudkan kepentingan terbaik bagi anak khususnya dalam hal dispensasi kawin.

2

Selanjutnya, penyampaian materi oleh Dr. Dra. Nur Djannah Syaf, S.H., M.H, selaku Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Ditjen Badilag Mahkamah Agung RI. Beliau menyampaikan bahwa pentingnya memahami PERMA Nomor 5 Tahun 2019 dalam memutus perkara Dispensasi kawin. Kebanyakan di Indonesia, Hakim menyetujui perkawinan anak di bawah umur. Pada hakikatnya jika dilihat dari kepentingan terbaik bagi anak, pemberian dispensasi kawin tidak menjamin perlindungan kepada anak. Adapun risiko pemberian dispensasi kawin terhadap anak yang lahir dari ibu dibawah umur yakni: risiko stunting, melahirkan generasi miskin dan kebodohan. Perkara dispensasi kawin di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung 90% dikabulkan, hal tersebut patut disayangkan karena kurang memperhatikan asas kepentingan terbaik bagi anak sesuai PERMA Nomor 5 Tahun 2019.

3

Dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2019 juga dijelaskan bahwa Hakim dalam persidangan kepada Pemohon, Anak, Calon Suami/Isteri dan Orang Tua/Wali Calon Suami/Isteri. Nasihat yang diberikan harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Berikan nasihat mengenai tugas dan tanggung jawab sebagai suami isteri, risiko berumah tangga, hilangnya hak sebagai anak, dan sebagainya. Pengadilan Agama merupakan benteng terakhir pada pencegahan pernikahan anak. Butuh keterlibatan pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsi sebagai benteng-benteng untuk meminimalisir perkawinan anak di bawah umur.

Kegiatan dilanjutkan dengan presentasi materi oleh Cate Summer selaku Senior Advisor AIPJ2, Beliau menyampaikan bahwa kehadiran beliau disini merupakan lanjutan kerjasama antara Indonesia dan Australia mengenai diskusi masalah-masalah yang terjadi serta bagaimana pemecahan masalahnya. Sesuai strategi nasional pencegahan perkawinan anak, harus memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak. Tahun 2023 ini, kita harus membahas lagi terkait poencegahan dispensasi kawin khususnya bagi Lembaga peradilan di Indonesia.  Target dan tujuan pembangunan ini mengukuhkan pentingnya strategi pencegahan perkawinan anak yang terukur dan sistematis. Pemberian dispensasi kawin bagi anak dibaswah umur harus berdasarkan alasan mendesak serta bukti-bukti yang kuat. Strategi nasional harus mempertimbangkan fakta penting, bahwa banyak orang tua yang tidak mendaftarkan pernikahan anak-anak mereka, karena alasan kemiskinan.

4

 

Terhadap pengajuan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama se-wilayah Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat, kebanyakan Hakim mengabulkan permohonan dispensasi kawin. Alangkah baiknya jika pengadilan memberikan informasi bahwa pemberian dispensasi kawin bukan kepentingan terbaik bagi anak dan Hakim dapat mengabulkan permohonan dispensasi kawin apabila terdapat alasan mendesak dan bukti yang kuat. Adapun risiko pemberian dispensasi kawin bagi anak yakni: risiko gagal Pendidikan bagi anak, risiko kematian bagi bayi, risiko stunting, risiko kematian ibu, risiko ekonomi perkawinan anak, risiko KDRT yang dilakukan dalam perwakiwan anak dibawah umur. Bderdasarkan risiko-risiko tersebut, disimpulkan bahwa perkawinan anak dibawah 19 tahun tidak mengedepankan asas kepentingan terbaik bagi anak. Adapun kita harus dapat memberikan informasi kepada orang tua bahwa pemberian dispensasi kawin bukanlah solusi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak. Bahwa segera mungkin KPPA dan pemerintah khususnya Lembaga Peradilan dapat menyelesaikan rencana pemberian dokumen bagi orang tua anak yang mengajukan dispensasi kawin, agar orang tua anak tersebut mengetahui risiko dispensasi kawin serta menekan jumlah pengajuan dispensasi kawin bagi anak dibawah umur. Kita harus memberi pengetahuan kepada Hakim agar dispensasi kawin yang dikanbulkan hanya dengan alasan mendesak dan bukti yang cukup. Selanjutnya diharapkan pada tahun 2030 ketika dijabarkan data dispensasi kawin, terjadi penurunan kasus dipensasi kawin yang dikabulkan. Adapun hal tersebut tidak dapat tercapai apabila tidak adanya komitmen rencana nasional, khususnya pada Mahkamah Agung RI.

5

6

 

Kegiatan selanjutnya yakni Tanggapan dari Pimpinan Pengadilan Agama yang hadir, diantaranya yakni:
Pertama, YM. Drs. H. Syamsul Anwar, S.H., M.H. menyampaiakan bahwa beliau mendukung komitmen rencana nasional dalam pencegahan dipensasi kawin di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung. Terdapat 2 substansi pokok terkait dispensasi kawin yakni: pertama, pentingnya edukasi terhadap substansi penyampaikan risiko perkawinan di bawah umur sejak awal. Kedua, edukasi dalam perkawinan anak dibawah umur agar perkawinan mereka kekal.
Kedua, tanggapan dari YM. Achmad Cholil, S.Ag., S.H., LL.M., bahwa kegiatan diskusi ini memberikan wawasan kepada Hakim agar tidak mudah mengabulkan permohonan dispensasi kawin serta memahami secara betul terkait PERMA Nomor 5 Tahun 2019 ketika memutus perkara dipensasi kawin.
Ketiga, YM. Drs.H. Ayep Saepul Miftah, S.H.,M.H., beliau menyampaikan bahwa latar belakang pernikan dini di negara islam yakni: latar belakang agama yang mana menganggap anak berusis 15 tahun dianggap sudah baligh, media sosial yang sudah tidak dapat dibendung, adat dan pendidikan.
Keempat, tanggapan dari Perwakilan Yayasan PEKKA dan Posbakum UIN Bandung, disampaikan bahwa pada prinsipnya Yayasan PEKKA terus mendukung dan mensupport apapun keputusan dari forum diskusi ini.
Kelima, tanggapan dari Dra. Hj. Siti Salbiah, S.H, M.S.I, beliau menyampaikan bahwa turut mensupport komitmen dalam pencegahan dispensasi kawin bagi anak dibawah umur. Serta dalam memutus perkara akan mengedepankan asas kepentingan terbaik bagi anak dan mengabulkan permohonan dispensasi kawin apabila telah memenuhi hal-hal yang termuat dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2019.

7

8

Keenam, tanggapan dari YM. Baiq Halkiyah, S.Ag., M.H., beliau sangat mengapresiasi kegiatan diskusi ini serta menyampaikan data permohonan pengajuan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok kebanyakan dikarenakan telah “hamil diluar nikah”. Kedepannya alasan tersebut bukan menjadi patokan dalam mengabulkan permohonan dispensasi kawin, melainkan alasan yang termuat dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2019.
Ketujuh, tanggapan dari Perwakilan DP3A Provinsi Bandung, beliau menyampaikan bahwa salah satu target capaian DP3A Provinsi Bandung yakni meningkatkan usia perkawinan di Jawa Barat. Adapun DP3A Provinsi Bandung telah melakukan berbagai upaya dalam mengurangi perkawinan anak dibawah umur. Adapun usul DP3A Provinsi Bandung dalam mencegah perkawinan usia dibawah umur yakni agar meningkatkan pemahaman perangkat daerah dalam hal pemberian praktik dan rekomendasi kepada masyarakat dalam hal dispensasi kawin, meningkatkan lembaga-lembaga layanan keluarga, teladan KB, satgas cegah tindak kekerasan, serta meningkatkan koordinasi antara stakeholder agar bisa menangani permasalahan perkawinan anak di bawah umur agar tepat, efektif dan efisien serta tepat sasaran.
Kedelapan, tanggapan Ibu Evilla Sahara selaku Direktur Yayasan PEKKA, beliau menyampaikan bahwa mendukung komitmen dalam pencegahan perkawinan anak dibawah umur. Isu perkawinan anak menyumbang angka kemiskinan serta Pendidikan yang rendah.

Kegiatan dilanjutkan dengan tanggapan dari The Hon. Justice Suzanne Christie, Federal Circuit and Family Court of Australia (FCFCOA) secara online (TBC), beliau menyampaikan bahwa Peradilan agama dan pemerintah bekerja sama dalam menangani pencegahan perkawinan anak dibawah umur. Pernikahan dini tidak akan membawa manfaat bagi anak, bahkan menimbulkan risiko. di Australia terkait permohonan disepensasi nikah dalam memutus perkara tersebut disertai pertimbangan-pertimbangan mendalam, khususnya dalam mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Selain itu, Pengadilan di Australia memberikan detail informasi pengajuan perkara khususnya permohonan dispensasi kawin agar orang tua mengetahui betul risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam hal dispensasi kawin.
Dengan memberikan informasi risiko dispensasi kawin anak akan memudahkan proses persidangan terkait bukti-bukti penting sebagai alasan diajukan dispensasi kawin pada anak. Kadang-kadang sebagai hakim, harus membuat keputusan yang mungkin tidak sesuai dengan pandangan 

masyarakat, namun itulah konsekuensi yang dialami seorang hakim. Semakin banyak bukti yang diperoleh maka semakin memudahkan hakim. Namun meskipun sudah banyak bukti yang diajukan, tidak dipungkiri masih terdapat anggota keluarga yang tidak mengizinkan.
Selanjutnya tanya jawab dari Peserta kepada Narasumber, diantaranya yakni:
Kesembilan, YM. Drs. H. Sahidin Mustafa, S.H., M.H., beliau menyampaikan bahwa regulasi terkait perkawinan sudah jelas diatur di Indonesia. Bagaimana batas-batas kebolehan dispensasi kawin di Australia?
Kesepuluh, YM. H. Mahrus, Lc., M.H., beliau menyampaikan bahwa mengapa tidak menutup keran permohonan dispensasi kawin? Serta terkait diskusi yang dilakukan ini apakah tidak mempengaruhi Hakim dalam memutus suatu perkara dispensasi kawin?
Kesebelas, tanggapan dari Perwakilan Posbakum UIN Bandung, beliau menyampaikan bahwa pada praktiknya banyak sekali konsultasi dispensasi kawin yang diajukan pihak kepada Posbakum. Sejauh ini dalam memberikan pendampingan atau konsultasi, Posbakum UIN Bandung telah mengedukasi serta menginformasikan terkait risiko dalam dispensasi kawin sesuai dengan amanat PERMA Nomor 5 Tahun 2019, khususnya terkait asas alasan terbaik bagi anak guna mengurangi permohonan dispensasi kawin anak.
Keduabelas, tanggapan dari YM. Drs. H. Muslim, S.H., M.H. beliau menyampaikan bahwa sangat mengapresiasi kegiatan diskusi ini serta mengingatkan bahwa tujuan mencegah dispensasi kawin bagi anak tidak akan tercapai apabila kita tidak terus berkomitmen dalam mewujudkan tujuan tersebut.
Tanggapan Narasumber: Untuk menutup keran dipensasi kawin bukan menjadi solusi, karena dalam regulasi dikatur bahwa dispensasi kawin merupakan hal yang dapat diajukan di Pengadilan. Terkait independensi hakim terkait diskusi ini, diskusi ini tidak mempunyai niat untuk mengintervensi hakim, melainkan sebagai rekomendasi dalam hal memperketat dispensasi kawin di Indonesia sesuai dengan amanat Dirjen Badilag.
Adapun fokus utama dalam mencegah dispensasi kawin bagi anak yakni dengan memberikan informasi dan edukasi kepada orang tua anak yang mengajukan dispensasi kawin terkait risiko-risiko yang mungkin muncul dalam masa perkawinan anak tersebut. Selain itu pentingnya mitra kerja sama dalam melanjutkan komitmen ini baik dari Pemerintah, Lembaga Peradilan, LSM, serta Masyarakat agar berpartisipasi dalam hal tersebut.

Selanjutnya kesimpulan dari Moderator, yakni:
1.Permohonan dispensasi kawin dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan;
2.Untuk mengadili perkara dispensasi kawin, diatur PERMA Nomor 5 Tahun 2019 yang mana mengedepankan asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak;
3.Selaras dengan Strategis Nasional, dalam fokus strateginya disebutkan bahwa perlunya keterampilan Aparat penegak hukum serta memperketat dispensasi kawin dan itsbat nikah;
4.Mengurangi dispensasi kawin demi mencegah risiko stunting, KDRT serta kemiskinan dalam perkawinan;
5.Dengan ditetapkan angka permohonan dispensasi kawin, maka akan meningkatkan perkawinan siri anak dibawah umur yang mana pada hakikatnya telah melakukan pelanggaran hukum terlebih dahulu;
6.Terus dikaji ulang tentang esensi PERMA Nomor 5 Tahun 2019 serta Strategi Nasional sehingga penetapan hakim terkait dispensasi kawin berfokus pada kepentingan terbaik bagi anak, bukan orang tua maupun pihak lain;
7.Edukasi risiko-risiko dispensasi kawin berbentuk infografis pada Lembaga peradilan;
8.Mengembangkan program perlindungan perempuan dan anak;
9.Hakim berkomitmen dalam memperjuangkan asas kepentingan terbaik bagi anak.

Terakhir, penutup dari Dr. Dra. Nur Djannah Syaf, S.H., M.H selaku Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Ditjen Badilag MA RI, beliau menyampaikan bahwa semoga kegiatan diskusi ini dapat memberikan manfaat khusunya wilayah Jawa Barat kedepannya. Selanjutnya terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan, diantaranya yakni:
1.Perlunya keberanian para Hakim dalam menurunkan angka dispensasi kawin;
2.Apresiasi kepada Australia atas kerja sama serta kontribusi dalam memberikan edukasi terkait dispensasi kawin;
3.Mahkamah Agung terus memperketat permohonan dispensasi kawin;
4.Mengikutsertakan pemerintah dalam menekan angka perkawinan anak dibawah umur;

Selanjutnya, kegiatan ditutup dengan jargon “Stop anak melahirkan anak, Stop kemiskinan melahirkan kemiskinan dan Stop kebodohan melahirkan kebodohan”.

a

Editor : Cindy Shafira S.H.

Foto : Ardi Pratama Riyadi, S.T.